Oleh: Kaharuddin Dosen manajemen Pendidikan Islam Institut Agama Islam Muhammad Azim Jambi
Jambi - Hijrah bukan semata soal berpindah tempat, tetapi lebih dalam dari itu ia adalah gerak jiwa, perubahan arah hidup, dan keberanian meninggalkan kenyamanan semu demi masa depan yang lebih bermakna. Dalam konteks kehidupan modern yang serba cepat dan kompetitif, makna hijrah menjadi semakin relevan, terutama dalam dunia pendidikan kita hari ini.
Hijrah adalah berpindah dari kegelapan menuju cahaya. Di tengah derasnya arus teknologi dan informasi, dunia pendidikan kita kadang justru kehilangan arah berlomba mencetak juara kelas, namun abai pada nurani dan karakter. Sekolah menjadi tempat mengejar angka, bukan lagi ruang membangun akhlak dan membentuk manusia seutuhnya. Inilah kegelapan yang harus ditinggalkan.
Kita menyaksikan paradoks yang menyedihkan seperti semakin banyak anak meraih nilai sempurna, tetapi semakin sedikit yang memiliki empati dan kesadaran sosial. Dunia pendidikan tampaknya telah terseret oleh logika pasar berorientasi pada capaian-capaian kuantitatif, namun mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi fondasi utama dalam membangun peradaban.
Hijrah adalah meninggalkan kemalasan menuju kesungguhan. Budaya menyontek, tugas copy-paste, dan mental instan seolah menjadi hal biasa. Banyak siswa yang tidak lagi belajar karena haus ilmu, tapi sekadar karena tuntutan nilai rapor. Banyak guru yang mengajar hanya karena kewajiban, bukan karena panggilan jiwa. Maka, hijrah pendidikan adalah seruan untuk kembali menyalakan semangat untuk belajar karena cinta ilmu, mengajar karena cinta kepada generasi.
Di era digital, kemalasan itu hadir dalam bentuk baru seperti ketergantungan pada AI tanpa memahami, keasyikan scrolling tanpa refleksi, dan budaya serba cepat tanpa kedalaman. Jika kita tidak berhijrah dari ketergantungan ini, generasi mendatang akan menjadi pengonsumsi pengetahuan, bukan pencipta kebijaksanaan.
Hijrah juga berarti berpindah dari sistem yang membelenggu menuju sistem yang membebaskan. Pendidikan kita terlalu lama terjebak dalam sistem evaluasi kaku, ranking yang mematikan kreativitas, serta kurikulum yang lebih banyak menguji hafalan daripada mengasah pemahaman. Saatnya kita berhijrah ke sistem yang menyuburkan nalar kritis, imajinasi kreatif, dan ketangguhan emosional.
Fenomena burnout di kalangan siswa dan guru menjadi bukti bahwa sistem saat ini tak lagi manusiawi. Terlalu banyak beban administratif, target kurikulum yang padat, serta tekanan ujian membuat pendidikan kehilangan ruhnya. Padahal, pendidikan seharusnya menjadi proses yang menyenangkan, membebaskan, dan memberi harapan.
Malam Tahun Baru Hijriah diwarnai dengan semangat kebersamaan dan simbol cahaya. Di berbagai daerah, termasuk di Kota Jambi, masyarakat Muslim dengan penuh semangat mengadakan pawai obor. Anak-anak, remaja, dan orang tua tumpah ruah ke jalan-jalan kampung hingga ke jalan-jalan protokoler, membawa obor menyala sebagai simbol cahaya hijrah. Mereka menyanyikan salawat, menyambut tahun baru Islam dengan suka cita dan harapan baru.
Pawai obor ini bukan sekadar tradisi, tapi juga simbol kuat bahwa hijrah adalah cahaya yang harus dibawa bersama. Ia tidak boleh hanya menjadi semangat pribadi, tapi harus menyalakan perubahan dalam lingkungan sosial, termasuk dalam ruang-ruang pendidikan. Obor yang dibawa anak-anak dan remaja itu bukan hanya api, tapi lambang semangat untuk menerangi masa depan bangsa.
Generasi muda kita sedang berdiri di persimpangan zaman di satu sisi dihadapkan pada kemajuan teknologi dan globalisasi, namun di sisi lain menghadapi krisis identitas, kehilangan makna, dan kekeringan nilai. Di sinilah urgensi hijrah pendidikan untuk mengubah paradigma, menyalakan cahaya jiwa, dan membangun kesadaran kolektif bahwa pendidikan bukan sekadar transmisi ilmu, tapi juga proses penyucian akal dan hati.
Anak-anak muda saat ini lebih akrab dengan tren TikTok, IG dan media social lainya daripada membaca buku. Mereka lebih mudah mengenal selebriti, tokoh karakter yang muncul didunia maya daripada pahlawan bangsa atau tokoh peradaban. Ini bukan kesalahan mereka, tapi alarm bagi kita semua untuk segera melakukan hijrah dari pendidikan yang reaktif menjadi pendidikan yang proaktif dan transformatif.
Hijrah pendidikan bukan tugas guru semata, tetapi panggilan untuk semua sepeti orang tua, pemimpin, pembuat kebijakan, dan masyarakat. Kita semua bertanggung jawab menjadikan pendidikan sebagai jalan menuju peradaban yang tercerahkan di mana ilmu tidak hanya mencerdaskan otak, tapi juga membentuk karakter dan menuntun ke jalan yang diridhai-Nya.
Orang tua perlu hijrah dari sekadar menuntut prestasi anak, menjadi mitra aktif dalam menumbuhkan semangat belajar yang sehat. Pemerintah perlu hijrah dari logika anggaran dan statistik, menuju kebijakan yang memberi ruang tumbuh bagi guru dan peserta didik. Media perlu hijrah dari konten sensasional, menuju penyebaran pengetahuan yang mencerahkan.
Pendidikan masa depan harus bersifat holistik dan transformatif. Ia tidak cukup hanya berbasis kecakapan akademik, tapi harus menyentuh dimensi afektif, spiritual, sosial, dan budaya. Pendidikan bukan hanya untuk bekerja, tapi untuk menjadi manusia yang utuh yang berpikir, merasa, dan bertindak dengan bijak.
Kita harus mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga kuat secara mental dan spiritual. Generasi yang bisa bersaing secara global, tanpa kehilangan akar identitas dan kearifan lokal. Generasi yang bisa menjadi solusi bagi bangsanya, bukan sekadar penonton dalam pusaran dunia yang terus berubah.
Momentum tahun baru Hijriah ini adalah waktu yang tepat untuk memulai hijrah bersama dari sistem yang membelenggu ke sistem yang membebaskan, dari pendidikan yang melelahkan ke pendidikan yang mencerahkan. Dari rutinitas tanpa makna menuju visi besar membentuk manusia paripurna.
Karena sejatinya, hijrah adalah panggilan untuk memperbaiki arah. Dan pendidikan adalah kompas utama dalam menentukan ke mana arah bangsa ini bergerak. Mari kita berhijrah dari kegelapan menuju cahaya, dari keraguan menuju keyakinan, dari keterpurukan menuju kemuliaan. Selamat Tahun Baru 1 Muharram 1447 H. Mari kita hijrah bersama menuju pendidikan yang memerdekakan dan mencerdaskan lahir dan batin. (*)